Senin, 25 Oktober 2010

KEMANA PERASAAN ITU?

Aku merasa seperti mantan orang baik. Begitu beraninya aku mengkhianati nilai-nilai kebaikan yang selama ini aku pelajari, aku dalami, aku amalkan. Rasa berdosa tak lagi mendiami hatiku. Begitu berkarat dan berjamurnyakah hatiku ini?
Walau aku tetap sholat, mengaji, mendengarkan ceramah, aku tetap tak merasa berdosa ketika berbuat maksiat. Duhai Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ampunilah hamba-Mu ini.
Ke manakah perasaan berdosa yang dulu mudah sekali aku rasakan? Ke manakah perasaan takut mati karena begitu berlumur dosa itu? Ke manakah rasa ngeri yang menghinggapi pikiranku ketika aku membayangkan siksa kubur yang akan kudapatkan karena berbuat yang Engkau larang?
Betapa sempit dan gelapnya kuburku sebagai balasan dari apa yang telah aku lakukan.
Namun rasa cinta ini benar-benar membutakan hati dan sanubariku. Aku mencintai wanita yang telah kudambakan sejak pertama kali aku melihatnya puluhan tahun yang lalu. Aku tak mau kehilangan dia lagi. Aku ingin dia jadi milikku. Aku kejar dia. Aku rayu dia. Aku tahu dia masih mencintaiku. Aku yakin dia telah mengambil keputusan yang salah. Hingga akhirnya diapun mengakui bahwa dia masih sangat mencintai dan mendambakan aku.
Dari matanya aku tahu dia tidak bahagia dengan kehidupannya. Aku marah. Aku kesal mengapa wanita yang begitu aku cintai tidak mendapatkan kebahagiaan dari suaminya. Aku merasa harus berbuat sesuatu untuk membuat senyumnya kembali terkembang seperti dulu kala.
Ketika bertemu dengannya untuk pertama kalinya, aku membeku. Gugup sekali rasanya. Badanku gemetar. Ucapanku tak beraturan. Aku seolah kehilangan kendali atas diriku. Aku tak percaya hebat sekali cinta yang kurasakan padanya. Ingin sekali mendekap dirinya yang begitu indah. Tapi aku tak berdaya.
Di pertemuan berikutnya kuberanikan diri untuk memegang tangannya. Sekali lagi, aku seperti membeku. Hangat tangannya kurasakan seperti bongkahan es. Aku gugup setengah hidup.
“Kaulah kekasih hatiku. Kaulah penghuninya. Jangan tinggalkan aku lagi,” kataku memohon.
Dia memandangku dengan ketulusan dan kemurnian cintanya. Dia berjanji akan setia kepadaku.

Hari demi hari kami lalui bersama. Aku merasa begitu bahagia. Hidupku penuh dengan semangat baru. Aku bangun lagi mimpi-mimpi indah yang kuharapkan akan kulalui bersamanya. Rencanaku kini sudah berubah. Cinta kami begitu membara. Rasa rindu tak terbendung lagi. Tak sanggup rasanya tak menatap wajahnya walau hanya sehari.

Tetapi sesungguhnya kami merasa berdosa telah mengkhianati hati nurani. Status kami yang masih terikat dalam pernikahan dengan orang lain telah membuat kami begitu gamang. Suaminya tak ingin menceraikannya.
“Siapa yang mau menceraikan wanita terindah di muka bumi sepertimu,” kataku.
Dia hanya terdiam. Aku tahu betapa inginnya dia hidup bersamaku. Begitupun aku. Aku rela melakukan apapun untuk bisa bersamanya.

Tuhan, tolonglah kami. Jangan biarkan kami seperti ini terlalu lama. Kami mohon satukanlah cinta kami. Selamatkanlah kami dari perasaan cinta yang terkadang begitu menyiksa ini. Kami ingin menjadi orang baik yang mudah sekali merasa bersalah dan berdosa di hadapan-Mu.
Tapi bila kami harus berpisah, rasanya kami tak sanggup menanggung kepura-puraan dan sandiwara di hadapan pasangan kami masing-masing. Izinkanlah kami untuk hidup bersama disisa umur kami. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar